Past My Bed Time
Lavida
Januari 13, 2019
0 Comments

"Hate to see you like a monster So I run and hide.
Hate to ask but what's it like to leave me behind?Eyes like yours can't look away.Are the pieces of you in the pieces of me?
I'm just so scared you're who I'll be.When I erupt just like you do,they look at me. Like I look at you.
But you can't stop DNA," - DNA, Lia Marie Johnson.
Malam ini, monster di pikiranku datang lagi. Biasanya jika begini, aku akan menelepon seseorang untuk membantuku mengusirnya. Aku terlalu lemah, begitu pengecut untuk mengusir monster ini sendirian, aku butuh orang lain. Namun takdir kali ini mendampratku. Kali ini, aku tidak punya siapapun untuk dimintai pertolongan. Semua orang sudah meninggalkanku. Aku benar-benar sendirian sekarang, bersama monster yang mulai meracuniku. Memang ada beberapa orang yang masih peduli, namun melihat mata mereka berbinar ketika aku membawa kabar gembira bahwa aku sudah sembuh, membuatku menjadi tidak enak jika aku berkata bahwa malam ini pikiranku mulai gila lagi. Mereka begitu bahagia mengetahui bahwa aku sudah bangkit, bahwa aku kini bahagia. Aku tidak bisa mengecewakan mereka jika aku bilang bahwa malam ini sang monster telah datang lagi. Aku harus menghadapi monster ini sendirian.
Monster di kepalaku berbisik bahwa orang-orang meninggalkanku karena mereka adalah orang yang egois, tidak punya hati, dan dari awal hanya ingin mempermainkanku. Ia bilang bahwa mereka kejam, hanya ingin mengambil hal yang bisa dimanfaatkan dariku lalu pergi begitu saja ketika aku dirasa sudah tidak berguna bagi mereka. Ia bilang bahwa sekarang aku sudah mengerti sifat asli mereka, lalu apa gunanya untuk tetap berharap? Ia bilang bahwa aku lebih baik mati, lagipula sekarang sudah tidak ada yang peduli. Aku sudah tidak bisa cutting, ada seseorang yang setiap hari mengecek lenganku. Aku juga tidak mau membunuh monster di pikiranku dengan hal-hal lain yang merusak diriku lagi, aku sudah janji pada seseorang. Tapi aku tersiksa sekarang. Aku butuh ketenangan. Aku hanya bisa menangis di kamar sendirian, membuat keyboard laptop yang kugunakan untuk mengetik menjadi basah.
Monster ini masih memelukku erat selagi aku menangis, aku mulai menemukan kenyamanan di pelukannya. Perlahan, ia menampilkan film kehidupanku di masa kecil. Kembali ke masa lampau, dimana Lavida kecil berumur 6 tahun sendirian dan menangis di dalam kamar mandi. Berteriak untuk dikeluarkan namun tidak ada yang menjawab. Lalu aku melihat masa kecilku yang menutup telinga dengan kedua tangan mungilnya, sembari memejamkan matanya erat-erat di kamar mandi, terdengar suara jeritan dan tangisan di luar. Ia terduduk di kamar mandi lalu tanpa sadar tertidur sambil menahan dingin.
Keesokan paginya, ia sudah berada di atas kasur. Ia mencari seseorang, namun seseorang yang ia cari tidak bisa ia temukan dimanapun. Ia menangis kembali. Dalam hati kecilnya ia bertanya, "Mengapa ia meninggalkanku lagi? Mengapa aku sendirian lagi? Tidak bisakah setidaknya salah satu dari mereka memberiku pelukan setelah apa yang terjadi kemarin?".
Monster ini menamparku, menyadarkanku dari lamunan, membawaku kembali pada realita. Aku tersadar. Kudapati wajah seramnya satu inchi di depan hidungku. Aku melihatnaya menyeringai. Bola matanya menatapiku tajam. Aku tundukkan kepala lalu memejamkan mata. Tiba-tiba ia menarik daguku kasar, memaksaku menatapnya. Setetes air mataku jatuh, dengan lirih aku meminta "Kumohon lepaskan aku. Pergilah, kumohon... Aku lelah menghidupimu di pikiranku. Kumohon biarkan aku fokus pada kehidupanku. Kumohon... Biarkan aku tenang,". Ia terdiam untuk beberapa detik, kemudian tertawa kencang.
"Hidup denganmu memang menyenangkan, monster. Kamu janjikan padaku sesuatu yang hebat, sebuah kontrol. Kamu bilang bahwa jika aku menjauhi seseorang yang kusayangi, maka aku tidak akan pernah merasakan ditinggalkan lagi karena mereka tidak akan sempat melakukannya. Tapi apa? Aku menurutimu, dan karenamulah semua orang meninggalkanku. Jika saja aku bisa hidup seperti manusia normal dan tidak gila karena ada kamu di pikiranku, aku pasti sudah mempunyai hubungan yang sehat dengan orang-orang sekitarku. Namun karenamu, aku menjadi racun bagi orang-orang di sekitarku, yang membuat mereka akhirnya meninggalkanku. Ini semua salahmu. Pergilah! Aku tidak membutuhkanmu lagi," lanjutku padanya.
Ia bertepuk tangan sambil tertawa untuk yang kesekian kali, "Lavida bodoh. Aku ini ada untuk menjagamu dari dunia yang kotor. Masih butakah kamu dengan film yang barusan kuputar? Tidakkah kamu lihat? Semua orang memang akan meninggalkanmu. Aku memberimu saran terbaik, yaitu meninggalkan orang terlebih dahulu sebelum kamu ditinggalkan. Untuk apa mempertahankan sesuatu yang sudah jelas akan berakhir? Akhiri saja secepatnya, supaya segalanya selesai. Kamulah yang terlalu bodoh. Masih saja bandel ketika aku memberi saran. Lihatlah, mereka semua meninggalkanmu, bukan? Ini semua akibat kebodohanmu. Seandainya kamu mengikuti saranku, untuk tidak pernah percaya pada siapapun. Untuk tidak pernah membiarkan hatimu dimasuki orang lain. Untuk tidak pernah menyayangi seseorang. Kamu tidak akan merasakan sakit hati yang terlalu parah seperti sekarang ini," balasnya.
"Kamu benar-benar pintar untuk memanipulasi keadaan, monster gila. Tapi setidaknya aku memiliki memori dengan orang-orang yang kusayangi lebih banyak karena aku tidak meninggalkan mereka terlebih dahulu. Setidaknya, aku merasakan sedikit kasih sayang dari mereka. Yang tidak akan bisa digantikan atau dibeli oleh apapun. Aku berhak untuk disayangi. Walau di akhir aku merasakan rasa sakit, setidaknya aku bersyukur aku memberi orang-orang yang meninggalkanku sebuah kesempatan untuk menyalurkan empati mereka. Walau aku tahu, mungkin beberapa dari mereka hanya kasihan dan tidak tulus. Tapi, kumohon pergilah! Aku sudah dalam tahap recovery. Aku sudah mulai bahagia. Untuk apa kamu datang lagi?"
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku selamanya akan tinggal di dalam pikiranmu. Menghantuimu tentang masa kecilmu yang tidak akan pernah bisa kamu lupa. Dan jika kamu mau bekerja-sama denganku, baguslah. Namun jika kamu ingin aku pergi, aku tidak akan pernah bisa. Kamu sudah mempersilahkanku masuk, maka selamanya aku akan tinggal. Jika kamu tidak ingin aku, bersiaplah untuk melawanku seumur hidupmu. Bersiaplah untuk selamanya sengsara berperang denganku di pikiranmu sendiri. Bersiaplah, dan ingatlah bahwa tidak akan ada yang mengerti maupun membantumu. Kamu hanya akan dianggap gila. Tidak akan ada yang mengerti keadaanmu, kecuali jika mereka rasakan sendiri. Semua ada di tanganmu. Ingatlah bahwa jika kamu memilih untuk melawanku, kamu hanya akan berperang sendirian."
FLASHBACK"Twice as year, you come in crashing.Nice to see you too,but always ends too soon.Hate to say hello,'cause I know that it means goodbye"
1. 2015
"Please, believe. I won't ever leave you like they did. I won't let you fight this war alone. Let me help you. Let me love you, Vid." he said while looking at my eyes. I stare into some empty space, then I found myself in my childhood memories. "Can I really believe in you?" I ask again. He nod his head. "Please, don't ever leave me." I said while trying not to burst out my tears because my mind thinking in the future he will leave me. Three months later, he left.
2. 2016
"Seriously, I'll always beside you. I'll never leave. You are my best friend. You can tell me anything about your problem, I'll hear it anytime, anywhere." she held my hand tightly. I hug her, she hugged me back. "Thank you so much," I said while thinking about with what kind of story-line she will leave in the future. And then one year later, she left me. She said, "I am so tired with all of your drama and shit. Let's just never talk again,". But it's not the only reasons. I knew something else was up. Until one week later, I found out she was trying to steal a boy I like. Well, I don't really care about the boy, I was really hurt because she said we were best friend and yet she back-stabbed me and choose that boy instead of me.
3. 2018
"Please, just tell me what happened. Your secret is safe with us." she said while holding my hand, making me flashback of old memories in 2016. I was surrounded by five girls, all of them was my classmate. I was really sceptical, I was always got betrayed by everyone in the end. Should I really give them a chance? I decided to just give them the silent treatment, not answering.
"It's okay to talk about it. We won't tell anyone. And I promise, we will never leave you," I almost rolled my eyes, but tried my best not to. There's that promise again, I am so tired of all the broken promises. I am tired, I just want to be alone.
"Lav, you are not alone. There's many people will help you here. You have to trust us. Okay?" one of them open her mouth. I sighed loudly, "Fine..." I was stupid. I gave them a chance, but inside, in my mind I was thinking about the future when they will leave. They all were really kind to me, I felt so blessed. This is the longest friendship I ever had with someone, I couldn't be happier. I let my guards down. I let them to get inside my heart. I gave them my trust, my love, my everything. But I guess, I was blind for a while. They were just trying to be nice and pitying me. I found out so I was a little bit scared, sooner or later, they will leave. And some months later, they left. Can't blame them, though. I am really hard to dealt with. And it was my fault to give someone my trust, I shouldn't have done that.
Then a boy came. He said he would marry me. He said he would never leave me. He said he would never leave me. "Vid, I am not them who left you. Just remember, I will never leave. Now, I am working so we can have a future together." I stopped myself for a while. Should I really give this person a chance? I was ignoring him for months. I was being stupid. But, he still waits for me. But I am still scared. I am still so freaking scared. Even until now. And I feel so evil. I don't love he. I love someone else in secret. I don't know what to do. I don't want to lose him, because I already love him as like my older brother, nothing more than that. But he have to leave me, because he deserve someone better than me. But still, I am so freaking scared.
"We are all broken,that's how the light gets in," - Ernest Hemingway.