Follow Me @lavidaqalbi

4/22/2018

Menyenangkan, 'kah?

April 22, 2018 1 Comments

I think I have a stalker.
Awalnya kupikir hanya perasaanku saja atau aku yang mendramatisir sesuatu, tetapi kemarin temanku bercerita sesuatu padaku. Saat itu aku dan temanku sedang duduk di luar kelas menikmati jam kosong, kami bercerita tentang banyak hal. Dan tanpa sengaja, obrolan kami mendadak berubah arah ke jaman dimana kami pertama saling mengenal satu sama lain.
"Hihi, dulu sebenernya aku takut sama kamu soalnya wajahmu kayak mengintimidasiku gitu. Ternyata ga juga, kekeke" aku berceloteh. Temanku tertawa kecil, kemudian ia berucap, "Dulu aku awalnya cemburu sama kamu lho, Lav".
Kedua alisku hampir menyatu, aku bingung."Hah? Cemburu kenapa?".
Ia bilang, "Dulu aku sering liat malam (nama samaran) sering ngeliatin kamu. Aku pikir, 'oh jadi ini toh cewek yang lagi deket sama malam'. Tapi saat aku liat kamunya, kamu ga ngeliatin malam balik. Jadi aku bersyukur, sih. Kupikir kalian dekat, ternyata enggak".
Aku mendadak teringat sesuatu, jujur aku sering merasa diawasi saat di kelas. Dan ketika kulihat ke sekitar, malam selalu ada di jarak mata pandangku. Tapi ia selalu sibuk dengan hal lain. Jadi kupikir itu hanya perasaanku saja.
Banyak sekali kejadian dimana aku curiga dengan malam, namun kuanggap angin lalu. Kupikir mungkin aku keGRan, jadi kuabaikan saja. Tapi sering kali jika aku bercerita atau curhat kepada salah satu temanku, malam selalu ada di jarak yang radiusnya lumayan dekat dari temanku dan aku yang sedang bertukar cerita.
Pernah saat itu aku bercerita tentang kehidupan masa laluku pada seorang teman. Ceritaku lumayan dark dan tidak seharusnya ada orang lain yang mendengar karena hal itu merupakan rahasia terbesar dalam hidupku. Saat itu aku curhat pada temanku. Posisiku dan temanku bersampingan, karena kami duduk sebangku. Temanku di sisi sebelah kiri, dan aku di sisi sebelah kanan.
"Dulu saat aku kecil, aku ...blablabla... makanya kamu lihat 'kan jika aku sedikit berbeda dari teman-teman? Hal itulah yang membuatku jadi pendiam seperti sekarang ini. Dulu aku sama seperti anak-anak lain, ceria dan terbuka. Sekarang kebalikannya, itu semua karena tadi yang ku ceritakan padamu," aku bercerita seperti biasa dan temanku memberi banyak saran, ia juga mengkasihaniku. Tapi kemudian wajah kasihannya berubah ketika tatapannya tidak kepadaku lagi, melainkan tatapannya ke arah belakangku.
Wajahnya sedikit kaget, "malam, ngapain liat-liat?". Segera ku lihat ke belakangku, dan kudapati malam duduk di bangku sebelah kananku. Ia menundukkan pandangannya, dan langsung menyibukkan diri dengan menulis sesuatu di kertas sambil berkata, "Apa, sih? Siapa juga yang ngeliatin?".
Akupun menolehkan kepalaku ke temanku kembali, "Ada apa?". Tapi temanku hanya menjawab dengan gelengan dan tersenyum manis, "Tidak ada apa-apa. Sampai mana kita tadi?" lanjutnya. Aku yakin, pasti malam telah mendengar curhatanku. Aku pun melanjutkan curhatanku, namun dengan suara amat pelan.
Sejak awal semester pertama aku duduk di kelas 11, hingga sekarang dimana semester kedua hampir berakhir, aku selalu merasa diawasi. Dan malam selalu ada di sekitar pandanganku ketika aku mencoba mengamati sekitar. Ini membuatku menjadi hati-hati dalam bersikap ataupun saat ingin curhat pada temanku.
Sumpah, aku ingin bertanya pada malam, mengkonfrontasikan rasa penasaranku. Tentang alasan mengapa ia memata-mataiku secara diam-diam seperti itu, tapi aku tidak bisa. Aku malu, aku takut jika ternyata dugaanku salah dan aku hanya GR. Tapi dengan semua omongan kedua temanku yang bisa kujadikan bukti itu, aku bisa saja menggunakan hal tersebut. Namun aku tidak mau mempermalukan dia.
Bintang itu termasuk laki-laki yang pandai di kelasku. Aku tidak mau menjadi jahat, aku tidak mau merusak hidupnya dengan mengkonfrontasikan apa yang ia lakukan padaku. Ia punya reputasi bagus, dan sebenarnya ia adalah orang yang baik. Ia peduli dengan teman-temannya, dan teman-temannyapun peduli padanya. Bagaimana bisa aku merusak hal tersebut?
Sebenarnya kami memiliki sedikit kesamaan. Dia sedikit pendiam dan tertutup, hampir sama sepertiku. Tapi ia lebih terbuka daripada aku. Ia masih bisa melontarkan candaan pada temannya-temannya, sedangkan aku tidak. Aku tidak bisa melontarkan candaan, selalu temanku yang lain yang melontarkan candaan. Aku hanya menerima dengan tertawa.
Untuk malam,
Aku hanya berharap, jika saja kamu selama ini memata-mataiku. Dan jika mungkin saja kamu sudah mengetahui blogku lalu membaca ini, tolong berhentilah. Kamu pikir rasanya dimata-matai itu enak, 'kah? Apakah kamu pikir itu menyenangkan?
Biar kuberitahu, rasanya tidak enak sama sekali. Itu mengusik kenyamananku, itu menghancurkan privasiku. Aku jadi tidak bisa leluasa bercerita pada temanku, kecuali jika aku seratus persen yakin kamu tidak ada di sekitarku. Tolong, berilah alasan mengapa kamu memata-mataiku. Apakah kamu penasaran tentang hidupku? Jika iya, kenapa tidak langsung bertanya padaku? Apa kamu menemukan kesamaan di kehidupanku di kehidupanmu? Apakah kamu pernah tidak sengaja mendengar curhatanku, lalu kamu merasa bahwa kamupun merasakan apa yang kurasa dan jadi ingin tahu lebih jauh?
Kamu pikir aku tidak tahu? Aku sering tidak sengaja melihat lewat refleksi sampul plastik buku, lalu kulihat bayanganmu yang melihatiku dari dalam kelas lewat jendela. Lalu saat aku hendak membalikkan badan, kamu segera menutup gorden jendela dan bertindak seolah tidak ada apa-apa. Sebenarnya, apa maumu? Aku kehilangan kebebasanku untuk curhat pada orang lain. Tolong, berhentilah. Kamu membuatku merasa was-was dan ketakutan setiap saat, itu menyiksaku. 

4/15/2018

Target Kebencian

April 15, 2018 0 Comments

Mungkin bagimu aku target yang mudah, lemah, dan mudah berpasrah diri untuk disakiti.
Bagimu aku adalah tikus percobaan yang tidak bisa melakukan apa-apa, kecuali mengkasihani diri ketika akan dieksekusi untuk merasakan kematiannya.
Aku merasakan sakit hati setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detik karena sikapmu padaku.
Pekerjaan sehari-harimu, bagaikan sang algojo yang dengan senang hati menyiksaku.
Mengapa engkau begitu tega?
Aku berdarah, lututku membiru, hingga sudut bibirku yang robek.
Namun kau menutup mata, memilih tidak peduli.
Karena menyiksaku adalah permainan menyenangkan di hidupmu yang membosankan, bukan?
Bibirmu dengan licik menyeringai, sambil menggiringku ke alat pemenggal kepala.
Shit, I got it. So stop it! I am the root of all this, so I'll stop myself. If my misfortune is your happiness, I'll happily stay unfortunate. If I'm the figure of hate, I'll get on the guillotine.

4/14/2018

Why?

April 14, 2018 0 Comments

Dear Diary...
It's like I don't deserve to be happy.
'Cause why the heck I always get misfortune whenever I just had temporary-happiness?
It's like I don't deserve to laugh anymore.
'Cause why the heck I always get depressed whenever I am trying to run from it?
It's like I don't deserve to smile anymore.
'Cause why the heck I always finding myself crying alone in the bathroom whenever I just felt a little happiness?
It's like I prohibited to love myself.
'Cause why the heck I always get scrutinized whenever I am trying to accept all of my flaws?
It's like I don't deserve to live, but don't deserve to die either.
'Cause why the heck my life is damned in so many ways, but it makes me scared with death even when I try to die instead?
Why the heck the world is so cruel?
Why the heck the world do this to a little human like me?
Why the heck the world execute me without a little agony?
Why the heck the world imprisoned me but consuming me with no food but poison?
Why the heck did the world didn't even bat an eye to recognize I am dying piece by piece?
I am tired.
I just want to sleep,
But not wake up anymore,
But it's for-ever.