Cara Survive untuk Para Minoritas: Introvert
Lavida
April 30, 2019
1 Comments
Yes, I am introvert. No, I don't hate people.Introvert adalah kepribadian seseorang yang lebih cenderung kepada perasaan dan pikirannya sendiri daripada berinteraksi dengan orang lain. "Oh, mereka anti sosial ya?" tanya seorang pembaca. Tidak, sayangku. Anti sosial dan introvert adalah dua hal yang sangat berbeda. Anti sosial merupakan gangguan psikologis, masuk dalam gangguan kepribadian. Definisinya yaitu gangguan yang ditandai dengan perilaku yang tidak peduli atau melanggar hak asasi orang lain secara berkepanjangan. Introvert adalah cara bagaimana mereka memilih dalam mengekspresikan diri mereka. Kebalikan dari introvert adalah ekstrovert. Menurut penemu teori kepribadian, Carl Jung, introvert dan ekstrovert dikelompokkan masing-masing dari bagaimana mereka berinteraksi dengan dunia luar.
Secara umum, ekstrovert mendapatkan energi dengan cara berinteraksi dengan orang lain, dalam masa yang cukup besar. Mereka manusia dengan kepribadian terbuka, senang bergaul, serta memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitar mereka.
Sementara introvert di sisi lain, mendapatkan energi dengan menyendiri. Mereka cenderung lebih pendiam dan tertutup, suka merenung, dan fokus pada pikiran mereka sendiri daripada lingkungan sekitar. Mereka suka berbicara dengan empat mata, atau perorangan. Mereka jarang ditemukan dalam situasi yang mengharuskan mereka bersosialisasi dalam sebuah kelompok besar. Karena bersosialisasi dengan banyak orang akan menghabiskan energi mereka, membuat mereka lelah. Berbeda sekali dengan para ekstrovert yang butuh bersosialisasi dengan banyak orang agar energi mereka terisi, yang malah merasa lelah ketika sendirian.
Keunggulan dari introvert adalah merupakan pendengar yang baik, cenderung analitis, dan akan mengobservasi seluruh kepribadianmu dalam waktu lima menit hanya dengan berbicara pada mereka untuk sementara waktu. Tidak heran mengapa introvert tidak memiliki banyak lingkup pergaulan luas, namun memiliki 2-3 sahabat yang setia dengan mereka.
Kekurangan introvert adalah mereka mudah dijudge dengan orang-orang yang umumnya ekstrovert, seringnya dianggap sombong. Karena mereka tipe orang deep. Mereka tidak suka berbicara topik dangkal yang umumnya disukai banyak orang karena mudah dibahas, misalnya bergosip. Mereka tipe manusia yang sangat memilih lingkaran pertemanannya. Mereka lebih suka membahas permasalahan berat, yang lebih menguras pikiran. Karena dengan berpikir, akan membuat energi mereka terisi. Berkebalikan sekali dengan ekstrovert. Ditambah lagi fakta bahwa introvert hanya 25% dari populasi dunia, sedangkan 75% adalah ekstrovert. Privilage mayority, sepertinya ekstrovert adalah kenormalan dan introvert adalah keabnormalan. Do you our struggle as an introvert, dear extrovert?
Sebagai introvert, dulu aku sering disalah-pahami sebagai sombong. Sombong dan misterius, sudah seperti kombinasi dari nama keduaku. Ingat sekali dulu aku dijuluki, 'Lavida si misterius A6' oleh temanku karena aku tidak pernah menunjukkan kepribadianku di hadapan teman-teman sekelasku saat kelas 10, tepatnya di kelas 10 IPA 6. Sejujurnya aku suka dijuluki misterius, keren aja gitu, hehe. Nobody know who you really are, means nobody know your weakness.
Namun perlahan aku menyadari bahwa banyak juga orang yang salah paham dan menganggapku sombong, mereka berpikir aku tidak mau terbuka pada mereka karena tidak mau berteman dengan mereka. Aku kecewa awalnya, ternyata mereka tidak bisa paham padaku. Tapi aku sadar, mereka tidak mengalami struggleku as an introvert. Jadi akupun berusaha berubah menjadi introvert yang bisa bersosialisasi sekarang.
Tidak, kok. Asumsimu salah, kawan. Aku ingin berkawan dengan kalian semua. Sejujurnya aku iri dengan para ekstrovert yang bisa mudah beradaptasi dengan lingkungan, bahkan sekolah kita didesain untuk para ekstrovert, berdiskusi dan kelompok contohnya. Tapi kepribadianku terbentuk sebagai sosok introvert, yang untuk survive dalam hidup harus memilih lingkup pertemanan dengan pemikiran sama. Jika tidak ada kesamaan dari kalian pada kami, kami bingung harus membahas topik macam apa. Awkward moment kills me, man. Dan ketahuilah bahwa kami adalah tipe pemikir. Cenderung overthinking. Akan sangat berat bagi kami terjebak dalam situasi canggung dengan seseorang yang berbeda pola pikir.
Dulu aku begitu takut untuk menatap mata orang lain saat berbicara. Aku lebih suka diam di kamar, menyender tembok, menulis segala hal yang kulalui, lalu menyimpulkan pelajaran apa saja yang telah terjadi di hari tersebut. Sosialisasi membuatku sangat lelah. Dulu pernah ikut acara colour run bersama teman SMPku, begitu banyak orang di sana. Hanya 5 jam. Namun pulangnya aku segera ke kasur dan tidur 12 jam lebih saking lelahnya. Padahal aku tidak terlalu banyak beraktivitas. Hanya berada di kerumunan membuatku stres dan lelah. Keramaian membuatku merasa sepi dan hampa, tapi kesendirian membuatku utuh dan tenang. Aneh, ya.
Namun semakin aku beranjak dewasa, aku menyadari bahwa manusia makhluk sosial. Jika tidak berinteraksi dengan orang lain, kita juga akan susah untuk bertahan di dalam kehidupan yang kejam ini. Kita harus bekerja-sama. Apalagi di Indonesia dengan budaya ketimurannya, aku diwajibkan untuk bersosialisasi. Maka aku belajar menjadi manusia yang terbuka. Mulai interest pada orang lain. Mulai berani membuka pembicaraan. Mulai beradaptasi dan berkamuflase seperti ekstrovert yang bisa dengan mudah mencari topik umum. Namun tetap, caraku mengisi energi adalah dengan sendirian dan berpikir tentang segala macam topik yang deep. Bersosialisasi tetap menghabiskan energiku. Namun tetap, sosialisasi penting. Jadi harus balance, intinya. Keseimbangan itu kunci nomor 1. Jika ada sisi yang berat sebelah tidak bagus juga.
Tahu istilah INFP? Ini merupakan salah satu tipe kepribadian dari 16 kepribadian dari tes psikologi milik Myers-Brigg. Aku adalah INFP. Di tes pertama, aku mendapatkan INFP, yang kedua INFJ. Tes lagi, mendapat INFP. Apa sih INFP? Apa sih INFJ?
INFP adalah akronim dari;
Introvert : Sudah tahu apa artinya, 'kan? Tipe orang yang pemikir dan susah terbuka.Apa bedanya dengan INFJ? INFJ hampir sama dengan INFP, hanya saja P diubah menjadi J. INFJ merupakan akronim dari;
iNtuitive (Intuisi) : Mereka menyimpulkan sesuatu lewat intuisi.
Feeling (Perasaan) : Mereka melihat masalah dengan perasaan.
Perceiving (Terbuka) : Mereka cenderung terbuka dengan perubahan baru.
IntrovertDi tes tersebut, Perceivingku 58%, sedangkan Judgingku 42%. Hampir ditengah antara INFP atau INFJ. INFP dan INFJ termasuk kepribadian langka. Populasi INFP hanya 4%-5% di dunia, sedangkan populasi INFJ hanya 3% di dunia. Dalam hati aku bergumam, "Oh, pantesan aku merasa susah sekali mengerti orang lain atau dimengeri orang lain,". Ternyata memang pola pikirku langka, makanya juga banyak yang salah paham, hm. Sedih. Tokoh-tokoh terkenal dengan kepribadian INFP yang kebetulan idolaku adalah William Shakespear, Johnny Depp, J.K Rowling, Vincent Van Gogh, Edgar Allan Poe, Heath Ledger (Jokerkuuu♥). Sedangkan tokoh-tokoh terkenal dengan kepribadian INFJ yang kuidolakan adalah Nelson Mandela, Mother Teresa, Morgan Freeman, Mahatma Gandhi, Marthin Luther King. Mereka semua idola-idolaku ♥
iNtuitive (Intuisi)
Feeling (Perasaan)
Judging : Mereka cenderung sulit beradaptasi dengan perubahan baru.
Ciri-ciri INFP (Mediator/Idealis) :
Kepribadian Mediator adalah idealis sejati, selalu mencari celah kebaikan bahkan pada orang atau kejadian terburuk sekalipun, mencari cara untuk membuatnya menjadi lebih baik. Walaupun mereka mungkin dirasa pendiam, tidak ramah, bahkan pemalu, Mediator memiliki api dan semangat di dalam dada yang benar-benar dapat bersinar. Mencapai 4% dari populasi, sayangnya, risiko merasa salah dipahami cukup tinggi bagi tipe kepribadian Mediator – tetapi jika mereka menemukan orang yang memiliki kecenderungan yang sama untuk diajak berbicara, keharmonisan yang mereka rasakan akan menjadi sumber kesenangan dan inspirasi.Mediator dipandu oleh prinsip mereka, bukan oleh logika, kegembiraan, atau kepraktisan. Saat menentukan cara untuk bergerak maju, mereka akan memperhatikan kehormatan, keindahan, moralitas dan nilai – Mediator dipimpin oleh kemurnian iktikad mereka, bukan penghargaan dan hukuman. Orang yang memiliki tipe kepribadian Mediator bangga dengan kualitas ini, dan memang demikian, tetapi tidak semua orang memahami pendorong dibalik perasaan itu, dan itu dapat menyebabkan pengucilan.
Kita Tahu Siapa Kita, tetapi Tidak Tahu Akan Jadi Apa Kita
Dalam bentuk terbaiknya, kualitas ini memungkinkan orang dengan tipe kepribadian Mediator berkomunikasi secara mendalam dengan orang lain, mudah berbicara menggunakan metafora dan perumpamaan, dan memahami dan menciptakan simbol untuk menyampaikan ide mereka. Kekuatan gaya komunikasi intuitif ini sangat memungkinkan untuk berkecimpung di pekerjaan kreatif, dan tidak mengherankan jika banyak Mediator terkenal adalah pujangga, penulis dan aktor. Memahami diri dan tempat mereka di dunia ini merupakan hal yang penting bagi kepribadian Mediator, dan mereka menjelajahi ide ini dengan menonjolkan diri dalam pekerjaan mereka.Mediator memiliki bakat untuk mengekspresikan diri, memperlihatkan keindahan dan rahasia mereka melalui mefora dan karakter fiksi.Kemampuan mediator dalam berbahasa tidak hanya dalam bahasa ibu mereka, tetapi – mereka dianggap berbakat dalam hal mempelajari bahasa kedua (atau ketiga!). Bakat berkomunikasi juga memungkinkan tercapainya keinginan Mediator untuk menggapai keharmonisan dan membantu kepribadian ini untuk bergerak maju memenuhi panggilan mereka.
Mendengarkan Banyak Orang, tetapi Berbicara Sedikit
Tidak seperti tipe kepribadian yang lebih sosial, Mediator akan memfokuskan perhatian mereka hanya kepada beberapa orang, satu aksi bermanfaat – diketahui hanya sedikit orang, mereka akan kehabisan energi, dan bahkan menjadi sedih dan bingung oleh semua keburukan dunia yang tidak dapat mereka perbaiki. Ini menjadi pandangan yang menyedihkan bagi teman Mediator, yang akan datang tergantung pada pandangan mereka yang penuh harapan.Jika mereka tidak berhati-hati, Mediator dapat kehilangan diri dalam petualangan mereka selamanya dan mengabaikan pemeliharan kehidupan sehari-hari. Mediator seringkali terhanyut dalam pikiran yang dalam, menikmati kontemplasi hipotetis dan filosofis lebih dari tipe kepribadian apa pun. Jika tidak dihentikan, kepribadian Mediator dapat kehilangan sentuhannya, menarik diri menjadi “pertapa”, dan itu akan menghabiskan banyak energi dari teman dan pasangan untuk membawa mereka kembali ke dunia nyata.Untungnya, seperti bunga di musim semi, pengaruh, altruisme dan idealisme Mediator akan selalu kembali, memberi ganjaran bagi mereka dan orang yang mereka cintai mungkin bukan dengan logika dan manfaat, tetapi dengan pandangan dunia yang menginspirasi belas kasihan, kebaikan hati dan keindahan di mana saja mereka berada.Ciri-ciri INFJ (Advokat) :
Tipe kepribadian Advokat sangat jarang, mencapai kurang dari satu persen populasi, tetapi bagaimanapun juga membawa pengaruh di dunia. Mereka memiliki rasa idealisme dan moralitas sejak lahir, tetapi yang membedakan mereka dengan tipe kepribadian idealistik lainnya adalah ketegasan dan tekad mereka – Advokat bukan pemimpi yang malas, tetapi orang yang mampu mengambil langkah nyata untuk mewujudkan tujuan mereka dan meinggalkan dampak positif yang abadi.Advokat cenderung berpendapat membantu orang lain itu adalah tujuan hidup mereka, tetapi walaupun orang dengan tipe kepribadian ini dapat ditemukan terlibat dalam upaya penyelamatan dan melakukan kerja amal, gairah mereka yang sebenarnya adalah mendapatkan inti masalah sehingga orang tidak memerlukan penyelamatan sama sekali.
Membantu Saya Membantu Anda
Advokat memang memiliki kombinasi ciri yang sangat unik: walaupun lemah lembut, mereka memiliki pendapat yang sangat kuat dan akan berjuang tanpa lelah mempertahankan ide yang mereka yakini. Orang dengan tipe kepribadian ini tegas dan berkemauan keras, tetapi akan jarang menggunakan energi itu untuk keuntungan pribadi – Advokat akan bertindak dengan kreativitas, imajinasi, iktikad dan sensitivitas bukan untuk menciptakan keuntungan, tetapi untuk menciptakan keseimbangan. Egalitarianisme dan karma merupakan ide yang sangat menarik bagi Advokat, dan mereka cenderung percaya bahwa tidak ada yang akan membantu dunia begitu banyak sebagaimana penggunaan cinta dan belas kasih untuk melembutkan hati para tiran.
Advokat merasa mudah membangun hubungan dengan orang lain, dan memiliki bakat untuk menggunakan bahasa yang hangat dan sensitif, berbicara dalam istilah manusia, alih-alih menggunakan logika dan fakta murni. Masuk akal jika teman dan kolega mereka akan berpikir sebagai orang yang secara relatif memiliki kepribadian sosial, tetapi mereka akan sangat ingat bahwa Advokat perlu waktu sendiri untuk melepaskan tekanan dan memulihkan tenaga, dan tidak menjadi terlalu heran jika tiba-tiba mereka menarik diri. Advokat sangat peduli terhadap perasaan orang lain, dan mereka berharap perlakukan yang sama – terkadang itu berarti memberi mereka ruang yang mereka perlukan selama beberapa hari.
Hidup untuk Memperjuangkan Hari Lain
Meskipun begitu, sangat penting bagi kepribadian Advokat untuk ingat memerhatikan diri sendiri. Gairah iktikad mereka sangat mampu membawa mereka melewati titik yang sangat sulit dan jika semangat mereka tidak dapat dikontrol, mereka akhirnya merasa lelah, tidak sehat dan tertekan. Ini menjadi sangat jelas terlihat saat Advokat mendapati dirinya berhadapan dengan konflik dan kritik – sensitivitas mereka memaksa mereka melakukan apa saja yang dapat mereka lakukan untuk menghindari hal yang terlihat sebagai serangan pribadi ini, tetapi keadaan ini sulit dihindari, mereka dapat melawan dengan cara yang tidak masuk akal dan tidak berguna.Bagi Advokat, dunia adalah tempat yang penuh dengan ketidakadilan – tetapi seharusnya tidak seperti itu. Tidak ada tipe kepribadian lain yang lebih cocok untuk menciptakan gerakan untuk memperbaiki yang salah, tidak masalah seberapa besar atau kecil. Advokat hanya perlu ingat bahwa walaupun mereka sibuk mengurus dunia, mereka juga perlu mengurus diri sendiri.Introvert sekali ya diriku. Sampai tes berkali-kali saja terus mendapatkan INFP/INFJ, tidak pernah E. Jadi, bagaimana caranya survive sebagai introvert? Well, I don't really know how to do it actually. Just learning by doing, saja. Setiap orang pasti memiliki caranya mencapai suatu target masing-masing. Lagipula kita manusia yang masih belajar. Jika salah, maka ya perbaiki sampai benar. Nanti juga menemukan jawabannya.
Cara mencari topik umum untuk memulai pembicaraan adalah perluas pengetahuanmu. Cari saja di YouTube tentang pembahasan, baca banyak berita, lebih sering menonton televisi, dan lain-lain. Tapi pastikan untuk mengerti fakta yang kamu bicarakan, supaya jatuhnya tidak gosip. Dan uniknya, aku menemukan aku lebih fasih berbasa-basi dengan bahasa Inggris daripada lewat bahasa Indonesia. Lalu lebih mudah bercanda dengan bahasa Korea daripada bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Aku tidak tahu alasan ilmiah dibaliknya, namun itu terjadi padaku.
Oh iya, salah satu keberhasilan utamaku untuk berkamuflase menjadi ekstrovert adalah karena aku mau belajar. Jadi paksakan dirimu, pasti bisa 'kok. Nanti ke-kaku-anmu akan berkurang dan lebih santai saat berbicara dengan orang lain. Jangan lupa untuk mengobservasi para orang-orang di sekitarmu, kepolah. Lalu dengarkan topik seperti apa yang mereka bicarakan, lalu ikutlah berbincang. Awalnya mungkin canggung, namun lama-lama akan terbiasa.
Dulu aku pernah ke Jogja sendirian dengan menaiki kereta dari stasiun Madiun. Di kereta tempat duduknya berhadap-hadapan, dengan orang asing yang sama sekali tidak kukenal. Lama kami hanya duduk berhadap-hadapan tanpa berbincang. Ia sibuk dengan ponselnya, pun denganku yang sibuk dengan buku di genggamanku. Lalu tiba-tiba orang itu memecah keheningan, "Mau kemana, dek?" tanyanya pelan. Aku sedikit kaget. Lebih tepatnya, bingung karena tiba-tiba diajak ngobrol dengan orang yang sama sekali tidak kukenal. Mencoba ramah, dengan senyum ku membalas "Mau ke Jogja, mbak. Mau ke tempat saudara. Kalau mbaknya?" tanyaku balik. "Aku juga mau ke Jogja, dek. Kuliah di sana," jawabnya. Aku mengangguk-anggukkan kepala. Diam beberapa menit. Lalu akupun mencoba kepo, "Kuliah dimana, mbak?" ujarku. "Di ****, dek. Kamu kelas berapa, sih?" tanya orang tersebut balik. "Kelas 12, mbak. Sebentar lagi USBN, hehe.". "Oh, lagi sibuk, dong. Kok malah liburan?". "Hehe, mumpung masih ada waktu, mbak. Mbaknya semester berapa?". "Baru tahun ini aku kuliah, dek. Kamu namanya siapa? Dari tadi belum kenalan,". Dan blablabla... Pembicaraan tersebutpun berlanjut sampai akhirnya ke tempat tujuan, Jogja. Kami berbincang banyak hal. Dari politik, sistem sekolah, negara, bahkan membicarakan kereta yang kami tumpangi. Sampai sekarang, aku masih memiliki akun Line dari orang tersebut dan terkadang masih sering berbalas pesan menanyakan kabar. Kupikir berkenalan dengan orang asing akan sangat susah. Ternyata jika dilakukan, dan saat kupaksakan untuk keep the conversation going, itu tidak terlalu susah. Hanya kitanya saja yang mau untuk bersosialisasi atau tidak. Semua overthinkingkupun hilang seketika. Sekarang aku lebih berani membuka topik dengan orang yang tidak kukenal. Jadi, kuncinya adalah kemauan, perluas pengetahuan, kepo, dan lakukan. Itu yang paling penting. Semangat berubah menuju pribadi lebih baik, kawan!