Dear Special One...
Lavida
Maret 04, 2018
0 Comments
Dulu hidup adalah kutukan bagiku. Dulu aku putus asa untuk mencari sesuatu yang bisa mengisi rasa kekosongan dan kesepian yang melubangi dasar hatiku. Dulu aku berada di roda kehidupan paling bawah. Bahkan aku telah berpikir untuk mengakhiri segalanya saja. Dulu aku tidak punya harapan, tidak mengerti apa tujuanku hidup. Hidup seolah mempermainkanku, menginginkan kemusnahanku. Dan aku hampir mengabulkannya.
Tapi suatu ketika, di waktu yang begitu tepat, kamu datang dengan tangan yang mengulurkan bantuan sambil tersenyum manis. Tawamu mengisi lubang hitamku. Kamu adalah laki-laki yang tulus, baik, dan pengertian. Kamu tidak seperti laki-laki yang lainnya, kamu berbeda. Aku merasa bahwa aku tidak pantas untukmu. Sangat tidak pantas
Aku masih ingat pertama kalinya kita saling berbicara. Saat itu di pelajaran Bu Eunha (nama disamarkan), guru matematika di kelas kita. Aku begitu ceroboh, lupa membawa kacamataku. Tanpa kacamata, pandanganku buram. Aku tidak bisa melihat papan tulis dengan jelas. Aku memicingkan mataku, berharap agar setidaknya bisa mengurangi keburaman mataku. Ternyata kamu menyadari aku yang saat itu dalam kesusahan. Lalu kamu bertanya, "Kenapa, Da?". Suara baritonmu menyapa indra telingaku, aku menoleh ke kanan. Mendapatimu dengan senyuman dan tawa yang entah alasannya untuk apa. "Aku lupa membawa kacamataku. Aku tidak bisa melihat papan tulis dengan jelas," jawabku sekenanya. Kamu tertawa kecil, bahkan ketika aku menulis sekarang ini, aku masih teringat jelas akan suara tawamu.
Tanpa ku duga, kamu mengambil buku tulisku. Kamu menuliskan rumus matematika yang ada di papan tulis ke buku tulisku. Dan aku mencoba untuk menetralisir detak jantungku yang berdegub kencang, kaget karena tiba-tiba kamu merebut bukuku tanpa aba-aba. Kamu benar-benar seperti laki-laki sejati saat itu. Aku sangat berterima-kasih padamu.
Jadi, uh... Terima-kasih :)
Lihatlah, aku masih menyimpannya. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku melakukan hal ini *tepok jidat*.
Oh ya, aku ingat saat itu kamu bermain bola voli di kelas. Kemudian tanpa sengaja bola volimu mengenai kepalaku. "Eh maaf, Da" kamu meminta maaf sambil tersenyum bersalah. Aku hanya menatapimu, tatapan yang tidak mengenakkan, seperti akan membunuh (tidak, aku bercanda). Tapi seandainya kamu tahu bahwa saat itu aku mempunyai masalah dari rumah, yang membuat suasana hatiku tidak enak. Jadi maaf karena kamu harus menerima tatapan membunuhku saat itu. Karena setelah aku menatapimu seperti itu, kamu terdiam dan tersenyum canggung lalu kembali memainkan bola voli. Pasti rasanya canggung, ya? Maaf, ya...
Tak lama kemudian, entah bagaimana aku melupakan kejadian itu. Harusnya kita masih bercanggung ria, bukan? Tapi karena aku pelupa, seolah aku tidak ada masalah sama sekali denganmu. Selanjutnya, bangkumu yang ada di belakang bangkuku karena rolling yang diadakan seminggu sekali. Aku masih ingat bagaimana kamu menunjukkan sulap konyolmu, apakah itu sulap menghilangkan kertas? Ah, aku lupa lagi. Pokoknya kamu saat itu menunjukkan sulap, tapi tidak padaku. Lebih tepatnya pada teman sebangkuku. Karena kamu awalnya memanggil nama teman sebangkuku untuk berbalik dan menyuruhnya untuk melihat pertunjukan sulapmu. Mau tak mau, aku yang penasaran pun ikut membalikkan badan. Ku lihat begitu bangganya kamu bisa menipu temanku itu. Lucu sekali. Tapi sadarkah kamu, bahwa aku sempat melihatmu beberapa kali melirik ke arahku ketika bermain sulap itu? Entah kamu melirikku, atau mungkin aku saja yang terlalu percaya diri dan terjebak dalam fantasiku.
Lalu aku ingin bercerita tentang jaket hoodie kita yang sama, well... Tidak seluruhnya sama. Hanya saja warnanya sama, abu-abu. Kamu abu-abu tua dan aku abu-abu platinum. Dulu sebelum aku memakai jaket ke sekolah, kamu selalu memakai jaket hoodiemu yang berwarna coklat. Tapi semenjak aku memakai jaket hoodie abu-abuku, tiba-tiba sehari selanjutnya kamu memakai jaket hoodie abu-abu pula. Awalnya kupikir jaket hoodie coklat favoritmu sedang dicuci sehingga kamu memakai yang lain. Karena teman-teman yang lain, mereka masing-masing punya jaket favorit. Dan ketika jaket favorit mereka dicuci, mereka akan memakai jaket lain untuk sehari saja ketika jaket mereka dicuci. Tapi sehari kemudian mereka kembali memakai jaket favorit. Sedangkan kamu, kamu tidak pernah memakai jaket hoodie coklatmu yang biasa kamu pakai lagi. Apakah kamu mencoba menyama-nyamaiku? Lagi-lagi, mungkin ini hanyalah sekedar fantasiku.
Oh iya... Sekedar info, abu-abu adalah warna favoritku. Kemudian baru coklat. Aku punya dua jaket hoodieabu-abu dan satu sweater abu-abu.
Sejujurnya, pernah saat itu jaket hoodie abu-abumu tidak kamu pakai lagi karena kamu memakai jaket hoodie merah, aku pikir memang aku saja yang terlalu berpikir jauh. Mungkin ini semua tidak berarti apapun untukmu. Tapi sehari kemudian, yang kupikir kamu akan memakai jaket hoodie coklat favoritmu. Ternyata saat itu kamu memakai jaket hoodie abu-abu. Dan aku tidak bisa menahan rasa bahagiaku,
karena sesungguhnya... aku memiliki rasa terhadapmu.
Walau sampai sekarang aku masih tidak tahu kenapa kamu jadi sangat menyukai jaket hoodie abu-abu.
Aku sudah memiliki rasa terhadapmu ketika kamu begitu ramah padaku, ketika orang lain jarang menghargaiku seperti yang kamu lakukan. Aku sudah memiliki perasaan itu sejak lama. Mungkin jika orang lain tahu siapa dirimu ini, mereka akan mengira aku menyukaimu karena fisikmu. Ya, kamu memang tampan. Kamu memiliki kulit putih, tinggi semampai, hidung mancung, bibir berwarna cherry, bentuk mata elang, dan suara yang indah. Tentu, siapapun akan mengira itu. Tapi aku menyukaimu bukan karena itu.
I like you for so much more than that
Aku tipe orang yang susah percaya pada orang lain. Percaya saja susah, apalagi jatuh cinta? Tidak semudah itu. Jadi... Apa yang membuatku menyukaimu jika bukan fisik? Tentunya itu adalah kepribadian. Setelah semua fisik hampir sempurna dan kehidupan yang patut disyukuri itu, kamu tidak sombong. Kamu tidak semena-mena seperti beberapa orang lain yang pernah ku temui. Kamu berbeda. Kamu tidak memanfaatkan semua itu untuk merendahkan orang lain yang tidak seberuntung kamu. Kamu tidak memilih teman. Kamu menghargai semua orang. Kamu bijak dalam berpikir, disaat seringnya laki-laki yang kutemui, mereka kekanak-kanakkan dan egois. Temanku pernah bilang bahwa saat itu kamu pernah ditanyai, "Kenapa tidak berpacaran? Kamu 'kan banyak yang suka,". Kemudian temanku bilang bahwa kamu menjawab, "Memang apa untungnya berpacaran?". Aku tidak bisa bertaruh jika itu benar karena itu tidak keluar dari mulutmu sendiri. Tapi jika itu benar, maka... Wow.
Semenjak kedatanganmu di kehidupanku, aku jadi mempunyai semangat hidup. Dulu hidupku hitam-putih, tapi kamu datang membawa pelangi. Dulu aku hendak pasrah ketika tenggelam karena batu yang terlali di kedua kakiku. Tapi kamu membantuku melepas talinya. Aku perlahan mengambang ke permukaan, dan akhirnya aku bisa bernapas setelah sekian lama.Dibalik label 'teman sekelas', aku menaruh harapan jika kamupun memiliki perasaan yang sama terhadapku. Tapi aku juga berharap agar selamanya kamu tidak mengerti perasaanku. Aku sendiripun ingin jauh-jauh dengan yang namanya pacaran. Aku pernah dikhianati seseorang di masa lalu, dan itu membuatku membenci pacaran. Jadi lebih baik kupendam saja rasa ini. Aku lebih bahagia bisa menjadi pengagum rahasiamu (:
Lagipula jika perasaanku terbongkar, bisa mati aku. Salah satu temanku ada yang juga menaruh rasa terhadapmu. Ia sering bercerita tentangmu padaku. Dan aku harus menahan rasa cemburu yang membakar, berpura-pura baik-baik saja. Aku mencoba tenang, aku mencoba bahagia ketika temanku menceritakan moment kalian berdua. Lagipula, senyum di wajah temanku sebenarnya membuatku senang. Aku lebih memilih temanku bahagia, karena kebahagiaan temanku adalah kebahagiaan ku juga. Jadi biarkan saja aku menenggelamkan perasaan ini.
Adakah kamu tahu? Semenjak kita berpisah karena kenaikan kelas, aku melihatimu dari kelasku diam-diam. Aku berangkat pagi-pagi hanya agar bisa melihatmu lewat kelasku menuju parkiran. Aku sedikit menelatkan jadwal pulangku hanya agar bisa melihatmu. Aku menambahkan doa di shalatku agar saat rolling bangku, aku mendapat bangku paling belakang dekat jendela. Karena di situlah tempat paling strategis untuk melihati kelasmu.
(Hua, aku merasa bodoh)
Ingatkah kamu saat akan diadakan Ulangan Akhir Semester Gasal kelas 11? Kita tidak sengaja berpapasan di dekat perpustakaan. Dari kejauhan aku melihatmu berbincang dengan temanmu, sambil berjalan perlahan ke arahku. Aku sangat malu bertemu denganmu, jadi aku menundukkan kepalaku.
Saat semakin dekat, kamu menyadariku. Kamu menyapaku setelah sekian lama kita tidak pernah bertemu, "Eh, Da. Lama tidak bertemu!" sambil tersenyum manis.
Lagi. Aku begitu kaget, takjub dengan apa yang terjadi. Aku kelabakan dan aku kesulitan mencerna kata-kata apa yang harus kubalas saking syoknya. Jadi aku hanya membalas dengan gugup, "Haha, iya..." dan tertawa canggung.
Ah, rasanya aku akan gila saat itu. Malamnya kamu sukses membuatku susah tidur. Tapi untuk pertama kalinya, karena sapaanmu, walau di rumah keadaan sepi dan biasanya aku membencinya. Kali ini tidak, aku bahkan tidak peduli lagi dengan rasa kesepianku. Kekuatanmu padaku benar-benar luar biasa. Sulap apalagi kali ini yang kamu pakai, mata elang?
Saat ku ceritakan itu pada teman dekatmu (yang juga dekat denganku), dia bilang dia tidak percaya. Karena temanku bilang kamu orangnya jarang menyapa orang lain. Tapi aku meyakinkannya, walau ia tetap tidak percaya. Huft. Tapi apakah itu benar? Apakah hanya aku orang yang kamu sapa? Aku merasa gila rasanya karena terlalu senang.
Ssstt... Tolong biarkan saja aku terjebak dalam fantasi ini walau mematikan.
Tapi beberapa waktu ini, kita jarang bertemu. Lebih tepatnya, aku sering melihatmu. Tapi kadang kamu tidak menyadari keberadaanku. Kamu terlalu sibuk dengan sekitarmu.
Sampai akhirnya, saat itu kelas 11 disuruh berkumpul di aula sekolah untuk mendapatkan sosialisasi dari tempat bimbingan belajar.
Ketika selesai, semua berbaris melewati lorong sekolah. Saat itu aku menyingkir dan menali sepatuku.
Kemudian aku selesai menalinya dan berdiri tegap. Aku tidak sengaja melihatmu dan kamu segera mengalihkan pandangan. Aku yakin, saat itu kita berkontak mata. Atau mungkin aku hanya salah lihat, entahlah.
Akhir kata, aku hanya akan mengatakan ini. Kamu punya kepribadian yang baik, tolong jangan berubah ya. Kamu membuatku terus bertahan. I am holding onto life for dear you. Dan asal kamu tahu...
Kamu telah menyelamatkan nyawa seseorang.