Ketika bintang dan bulan di langit sudah berselimutkan awan hitam bersiap untuk pergi ke alam mimpi. Bahkan angin dingin yang terus-menerus berhembus menampar kulitku, menyuruhku untuk segera tidur. Namun tepat tengah malam ini, aku kembali tidak bisa tidur. Tenang saja, ini sudah biasa terjadi. Sejak kelas 5 SD, aku sudah mengalami insomnia. Jadi ini bukan masalah besar. Insomniaku bertipe seperti ini: Seberapapun lelahnya tubuhku, seberapapun minimnya energiku, seberapapun inginku untuk tidur, aku tidak akan bisa. Kenapa? Karena semua masalah dan rasa takutku akan masa depan atau semua perasaan gelisah dan khawatirku sedang bercampur-aduk di dalam pikiranku. Jantungku tidak tenang, ia berdetak cepat terus-menerus. Jika begini, bagaimana bisa aku tertidur?
Untunglah ada si penyelamat, si teman terbaikku, yang selalu ada untukku di saatku paling terpuruk. Siapakah dia? Obat tidur. Iya. Obat. Haha, kumohon jangan mengkasihaniku. Ini tidak apa-apa, I already get used to it anyway.
Tentu menyiksa. Namun aku sudah terbiasa dengan ini semua. Sampai-sampai, menurutku sudah bukan hal yang aneh, bagai kebiasaanku tiap malam. Bagaikan makananku sehari-hari. Tanpa sahabatku itu, dunia ini mungkin rasanya akan menjadi neraka di penglihatanku. Tentu itu berbahaya, bisa menyebabkan kecanduan. Namun tanpanya, aku bisa apa? Jika aku tidak menelan sahabatku itu, bagaimana nasibku di sekolah? Bisa-bisa keesokan harinya aku dimarahi guru karena tertidur di jam pelajarannya. Tentu aku tidak mau itu terjadi.
Sungguh, akupun ingin menjadi normal. Bisa tidur tepat jam delapan malam kemudian bangun jam lima subuh tanpa alarm yang menganggu indra pendengaranku, yang pastinya akan sukses membuat hatiku tidak mood seharian. Akupun ingin menjalani aktivitasku di sekolah dengan senyum ceria dan semangat membara hingga pulang sekolah.
You have to smile, smile like you're really excited.Namun nyatanya, selama ini aku hanya bermain peran. Seperti dalam drama picisan yang biasa kalian lihat. Aku hanya memalsukan kebahagiaanku. Semua senyum di wajahku yang kalian lihat, semua tawaku yang kalian dengar, dan semua semangatku yang kalian lihat, itu semua palsu. Itulah alasan mengapa saat awal jam pelajaran sekolah, aku bisa terlihat sangat bahagia. Namun kebahagiaan itu hanya sementara, karena semakin matahari menurun, semakin pula semangatku menurun. Berpura-pura bahagia itu melelahkan. Ada beberapa temanku yang menyadarinya, beberapa dari mereka bahkan menganggapku freak, mengataiku berkepribadian ganda, dan lainnya.
Tak sedikit pula yang menyebutku fake. Tak apa. Sebenarnya akupun merasa aku telah berubah, seperti bukan diriku yang sebenarnya. Tapi bagaimana jika keadaannya kubalik, misalnya aku ke sekolah dengan muka lesu, ekspresi dingin, dan bibir cemberut karena kekurangan tidur semalaman. Apakah kalian mau berteman denganku? Apakah kalian mau mengajak seseorang yang jutek seperti itu untuk berbicara? Tentu tidak, bukan? Beginilah susahnya diriku. Jadi seperti ini salah, jadi seperti itu salah. Lalu aku harus bagaimana?
Aku tidak sebaik yang kalian pikirkan, tapi aku juga tidak seburuk yang kalian kira.
Alasan lain aku tidak bisa tidur adalah memikirkan bagaimana gilanya dunia ini. Suatu kali aku sedang menjelajahi dunia maya. Kutemukan sebuah artikel yang berisi tentang seseorang yang bunuh diri. Kupikir isi komentarnya akan dipenuhi oleh ucapan bela sungkawa dan doa. Namun yang ditangkap oleh kedua mataku adalah sumpah serapah. Mengatai orang yang bunuh diri itu lemah, bodoh, dan tidak dekat dengan Tuhan. Little did they know, orang-orang seperti merekalah yang membuat orang menghilangkan nyawanya sendiri. Little did they know, bahwa ketika orang memikirkan bunuh diri, mereka tidak berpikir hal lain selain mengakhiri hidup mereka. Mereka merasa putus asa. Dan orang yang putus asa tentu awalnya meminta pertolongan. Namun pastinya, jika orang itu di akhir bunuh diri, orang yang dimintai tolong telah gagal menolong. Entah gagal menolong, atau berpura-pura berpikir bahwa orang yang minta tolong baik-baik saja jadi ia sengaja tidak menolong, atau memang tidak paham sinyal bunuh diri yang diberi. Bunuh diri adalah sesuatu yang bisa dicegah. Kumohon, Indonesia, dan seluruh dunia, berubahlah.
Di negara tercinta kita ini, hidup kita diwarnai dengan stigma;
Depresi sama dengan gila,
bicara agama sama dengan fanatik,
tidak pandai matematika sama dengan bodoh,
bicara lintas agama sama dengan liberal, dan sebagainya.
Aku tidak suka dengan sifat manusia yang kadang memiliki kekejaman lebih dari binatang. Meskipun dengan berat hati, aku harus menerima kenyataan bahwa akupun manusia. Namun aku tidak mau menjadi orang-orang yang menjadi para pekomentar di atas. Aku ingin tumbuh menjadi bijak dan dewasa, meski saat itu aku masih berumur 10 tahun. Aku mencoba untuk mengurangi rasa egoisku. Aku mencoba untuk mengerti bahwa apapun yang dilakukan seseorang, baik maupun buruk, selalu mempunyai alasan dibaliknya. Aku selalu berusaha memahami alasan orang lain melakukan sesuatu sebelum aku berkomentar. Aku tidak mau menyakiti pihak manapun. Aku menjadi lebih berhati-hati dalam memilah kata. Bahkan aku mulai berpikir bahwa, tidak apa-apa bila aku yang harus membawa semua masalah dunia asalkan semua orang bahagia. Kelihatannya aku begitu melebih-lebihkan, ya? Tapi sungguh, inilah yang ada dipikirkanku. Dan untuk pertama kalinya, aku mengekspresikannya.
Aku ingin dunia ini dalam keadaan suka-cita. Aku benci menerima kabar di akun Instagram UNICEF tentang wajah miris anak Palestina yang dipenuhi tangis. Aku benci mengetahui bahwa masih ada saja orang yang mendapatkan kesenangan dengan membuat orang lain menderita. Bullying, assault, labelling, cat-calling, dan hal menjijikkan lainnya yang tidak bisa kusebutkan.
Aku ingin semua orang lebih menghargai sesamanya, tidak peduli apakah dia laki-laki atau wanita, tidak peduli apa agamanya, sukunya, ras, dan etnik. Hargailah sesamamu karena semata-mata ia juga manusia. Ia punya hati sepertimu. Berpikirlah sebelum berkata. Dan ingatlah, bahwa cinta itu lebih dipuja daripada benci. Jadi, daripada mencari kesenangan dengan menebar benci, mulailah untuk mencoba mencari kesenangan dengan menebar cinta.
Wah, di dashboard laptop kiri-bawah sudah hampir menunjukkan jam satu pagi. Padahal nanti jam 5 pagi aku harus belajar karena akan ada penilaian tengah semester. Aku benar-benar harus tidur. Selamat malam, dunia. Selamat malam kepada matahari, bulan, dan bintang.
P.S : Siapapun yang membaca ini, kamu berharga. Kamu berhak untuk tertawa, bahagia, dan dicintai. Tunggulah. Rencana Tuhan adalah yang terbaik. Percaya padaku, diakhir semua akan membaik. Kamu tidak pernah sendirian. Jika kamu sekarang ini sendirian, percayalah yang di Atas sedang mengamatimu dengan tatapan bangga. Melihatmu mampu bertahan dikala badai yang Ia beri berdatangan. Jadi, bertahanlah. Hiduplah. Berbahagialah. Dan bersuka-citalah.
P.S.S : Kamu tahu, jika kamu sedang merasa sedih sekarang ini... Saran terbaik yang bisa aku beri adalah minumlah air putih sampai merasa baikan, berceritalah pada orang yang kamu pedulikan, mandi, bersepeda pancal, atau tidur. Dengarkanlah musik favoritmu, bernyanyilah, menarilah, biarkan androphine dalam tubuhmu terlepas di dalam tubuhmu. Semua akan menjadi lebih baik, okay? Aku janji. Tapi ku mohon, jagalah kesehatanmu ♡
P.S.S.S : Juga ingatlah, bahwa kamu unik dan berharga sesuai apa adanya kamu. Kamu selalu boleh berubah untuk menjadi lebih baik, tapi bukan berarti sekarang ini kamu buruk. Aku menyayangimu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar