Menitikkan air mata akibat jerawat yang terdeteksi,
Tertawa paksa sembari mempoles untuk menutupi.
"Mengapa wajahku seperti binatang?"
Menatap tajam ke bawah pada angka,
Pertambahan mengerikan membuat diri tercengang,
Menyerapahi para gelambir yang membuat gila.
"Mengapa aku makan seperti binatang?"
Refleksi balik menatap,
Hidung bangir yang diidamkan,
Kulit putih bak boneka porselen.
"Mengapa mereka bilang aku palsu?"
Menatap lemah ke bawah pada angka,
Pengurangan dari hari ke hari yang sudah biasa,
Membuat diri hanya bisa berpasrah.
"Mengapa aku seperti tulang-belulang?"
Hey, pembacaku...
Berhentilah mengutuk dirimu sendiri.
Dunialah yang seperti binatang.
Yang membuat standar kecantikan busuk.
Mengapa pula dirimu harus peduli?
Tidakkah kau lihat bagaimana cantik matamu?
Tidakkah kau lihat bagaimana indah bibirmu?
Atau seluruh wajahmu yang sempurna itu?
Lihatlah bagaimana mata itu,
berkedip perlahan, terpana pada dunia.
Lihatlah bagaimana bibir itu,
mengeluarkan harmoni perkata.
Dengarlah bisikkan para pelihat kegelapan abadi,
Mereka rela bersujud di kaki hanya untuk bisa melihat dunia.
Dengarlah jeritan para pembicara kalbu,
Mereka rela menjual jiwanya hanya untuk bisa bicara.
Bagai kupu-kupu,
Yang tidak bisa melihat sayap indahnya sendiri,
Yang tidak bisa melihat betapa cantiknya diri mereka sendiri,
Di saat orang lain bisa melihat bagaimana sayapnya terkepak indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar